SMA Negeri 1 Semarang, atau yang lebih dikenal sebagai Smansa, bukan hanya sekadar sekolah bagi saya, melainkan tempat yang penuh sejarah, prestasi, dan kenangan indah. Smansa tidak hanya menjadi bagian dari perjalanan pendidikan saya, tetapi juga bagian dari perjalanan panjang Kota Semarang itu sendiri.
Bangunan Smansa berdiri megah sebagai salah satu peninggalan bersejarah di Kota Semarang. Dibangun antara tahun 1936 hingga 1938 dan diresmikan pada tahun 1939, sekolah ini awalnya merupakan pengembangan dari HBS V (Hoogere Burger School) yang berlokasi di Jalan Pemuda. Namun, sejarah panjangnya tidak berhenti di situ. Pada tahun 1942, saat Jepang menguasai Indonesia, gedung ini diambil alih dan difungsikan sebagai pusat pendidikan militer. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, Belanda kembali menguasai bangunan ini dan mengubahnya menjadi rumah sakit. Baru pada tahun 1946, fungsi gedung ini dikembalikan sebagai sekolah, dan hingga kini, Smansa terus menjadi salah satu institusi pendidikan terbaik di Indonesia.
Keunikan Smansa juga terlihat dari arsitekturnya yang bergaya de Stijl. Bangunan ini terdiri dari bangunan utama yang berfungsi sebagai kantor serta bangunan sayap sebagai ruang kelas. Dengan struktur dari bata dan atap limasan bertingkat, Smansa memiliki kesan klasik yang tetap kokoh hingga sekarang. Luas kompleks ini mencapai 40.250 meter persegi, dengan area bangunan 12.075 meter persegi dan ruang terbuka hijau 28.175 meter persegi. Salah satu hal yang paling mencolok adalah halaman depan berbentuk trapesium yang luas, hanya ditumbuhi rumput, memberikan kesan agung dan bersejarah.
Saya masih ingat bagaimana saya pertama kali masuk ke lingkungan sekolah ini. Bangunannya yang luas membuat perjalanan dari satu kelas ke kelas lain terasa cukup jauh, tetapi di situlah letak keseruannya. Setiap sudut sekolah ini memiliki cerita, mulai dari lorong-lorong tua dengan dinding bata tebal hingga ruang kelas dengan papan tulis unik yang bisa dinaikkan ke atas. Papan tulis ini, yang merupakan bagian dari bangunan peninggalan Belanda, pertama kali membuat saya terkejut. Saya tak menyangka ada papan tulis yang bisa digeser ke atas, seolah memberikan ruang lebih bagi guru untuk menuliskan materi pelajaran.
Selain bangunan yang bersejarah, kantin Smansa juga menjadi salah satu tempat favorit saya dan teman-teman. Jumlahnya banyak, dengan variasi makanan yang beragam. Salah satu yang paling terkenal adalah geprek "Integral," yang hampir selalu ramai oleh antrean siswa. Selain itu, ada juga pecel dengan bumbu kacang yang khas, risoles dengan isian yang lezat, serta onigiri yang menjadi favorit bagi mereka yang mencari makanan ringan ala Jepang. Waktu istirahat selalu menjadi momen yang menyenangkan, di mana kami berkumpul, berbagi cerita, dan menikmati berbagai hidangan yang tersedia.
Namun, Smansa bukan hanya tentang sejarah dan kenangan sehari-hari. Sekolah ini juga dikenal dengan para siswanya yang berprestasi. Banyak siswa Smansa yang telah mengharumkan nama sekolah dalam berbagai bidang, mulai dari Karya Ilmiah Remaja (KIR), olimpiade sains, hingga kejuaraan olahraga. Semangat juang dan kerja keras selalu terasa di lingkungan sekolah ini, membuat saya semakin bangga menjadi bagian dari Smansa.
Hari-hari saya di Smansa dipenuhi dengan tawa, tantangan, dan pengalaman berharga. Setiap pagi saya melangkah melewati halaman luas yang penuh sejarah, memasuki ruang kelas yang sarat kenangan, dan bertemu teman-teman yang telah menjadi keluarga kedua bagi saya. Smansa bukan hanya tempat belajar, tetapi juga rumah yang akan selalu saya kenang sepanjang hidup.
0 komentar:
Posting Komentar